Energi merupakan bagian terpenting dalam kehidupan masyarakat karena
hampir semua aktivitas manusia selalu membutuhkan energi. Misalnya untuk
penerangan, proses industri atau untuk menggerakkan peralatan rumah tangga diperlukan
energi listrik, untuk menggerakan kendaraan baik kendaraan roda dua maupun roda
empat diperlukan bensin, serta masih banyak peralatan disekitar kehidupan
manusia memerlukan energi.
Di Indonesia sebagian besar energi barasal dari energi fosil yang
berbentuk minyak bumi dan gas bumi. Selama bertahun-tahun sejak masa orde baru
sampai orde reformasi, pasir laut kita ditambang secara besar-besaran dengan
keruk. Pasir itu dijual di Singapura dan dipakai di Negara itu untuk
mereklamasikan pantainya sehingga Negara pulau itu bertambah areanya. Jadi,
pasir laut itu hanya dinilai sebagai tanah uruk (land-fill), dan karena dibeli
secara borongan dengan partai besar, maka harganya sangat murah. Padahal
seharusnya jika dapat dikelola dengan baik pasir tersebut dapat digunakan
sebagai sumber energi alternative sehingga dapat digunakan untuk kesejahteraan
masyarakat Indonesia.
Gambar 1 : Penambangan
pasir
Mengutip Christ Lewis, Prof
Warsin Syafii mengatakan bahwa gas alam, minyak bumi dan batu bara diperkirakan
akan habis berturut turut pada tahun 2047, 2080 dan 2180. Sumber daya energy
nuklir bahkan diperkirakan akan sudah habis pada tahun 2017. Dengan
demikian, banyak negara, terutama yang tidak memiliki persediaan energi fosil
dan sangat tergantung dengan negara-negara pengekspor minyak dan gas bumi,
sudah mulai mempersiapkan diri untuk mencari energi alternatif serta melakukan
program-program nasional untuk menghemat penggunaan energi.
Kedua kegiatan ini
dilakukan secara paralel, keterlibatan pihak pemerintah sangat besar dalam
pelaksanaan program tersebut, terutama dalam melakukan sosialisasi hasil
penelitian dan pengembangan di bidang energi.
Pada pertemuan tahunan para
ahli silisium bulan Mei 2000 di Tromse, Norwegia, seperti yang diberitakan
majalah Stren tanggal 9 November 2000, diperoleh ide untuk memanfaatkan pasir
sebagai sumber energi alternatif masa depan yang diungkapkan oleh Prof Nobert
Auner dari Universitas Frankfurt, Jerman.
Ide ini diperolehnya
setelah dia mendengarkan presentasi Gudrun Tamme dari PT Wacker, Berghausen,
Jerman, tentang "Silisium dan Tembaga Dioksida dalam Produksi Silikon
merupakan Campuran yang Berbahaya". Tema ini diangkat berdasarkan
pengalaman PT Wacker pada tahun 1998 yang memproduksi silan (produk antara
dalam proses produksi silikon).
Silo tempat penyimpanan
silisium dan tembaga dioksida menunjukkan kenaikan temperatur yang sangat
tinggi, dari suhu ruang menjadi 200 derajat Celsius dan bahan campuran dalam
silo tersebut menjadi sangat keras. Selanjutnya silo tersebut dikurangi isinya
hingga separuh, dengan harapan suhu akan turun. Akan tetapi, suhu dalam silo
masih tetap tinggi, bahkan suhu di tengah silo menunjukkan angka 400 derajat
Celsius.
Para pekerja berupaya
menurunkan suhu silo dengan cara menyiramkan air pada bagian luar silo, karena
sangat berbahaya apabila air bereaksi dengan silisium maka akan terjadi reaksi
panas yang luar biasa, bahkan bisa menimbulkan ledakan pada silo. Usaha ini
belum berhasil, kemudian ditempuh upaya dengan mengalirkan gas nitrogen dan
selanjutnya gas argon untuk menurunkan suhu silo. Usaha yang ditempuh terakhir
ini menunjukkan hasil positif, suhu silo kembali normal.
Pada saat dilakukan
penyaluran gas argon ke dalam silo, diketahui adanya "lava" dalam
bahan campuran di dalam silo tersebut. Lava ini yang memberikan ide bagi Prof
Nobert Auner untuk memanfaatkan pasir yang memiliki penyusun utamanya silisium
dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif masa depan. Kondisi tersebut
merupakan ide dasar untuk menggunakan pasir sebagai bahan bakar. Berdasarkan
kondisi yang terjadi di PT Wacker tersebut dan hasil penelitian di Universitas
Frankfurt, maka ada beberapa kemungkinan dalam pemanfaatan pasir tersebut.
1. Pasir terdapat di banyak
tempat, baik dalam bentuk batuan atau pasir seperti yang terdapat di gurun
pasir. Pasir sebagian besar tersusun oleh silisiumdioksida, sehingga dapat
digunakan sebagai bahan baku produksi silisium. Dalam proses pengolahan
silisiumdioksida menjadi silisium atau bahan metal yang berwarna abu-abu dapat
digunakan energi yang ramah lingkungan dan disediakan oleh alam, yaitu energi
angin atau tenaga dari sinar matahari. Silisium merupakan bahan tidak beracun
serta memiliki kandungan energi seperti karbon, yang merupakan inti energi
fosil.
2. Silisium murni merupakan
bahan baku industri yang bernilai miliaran dollar, karena silisium merupakan
bahan baku untuk memproduksi chip komputer dan silikon. Dari silikon masih
dapat diproduksi beberapa macam barang lanjutan seperti bahan pembuatan cat,
payudara buatan, bahan kosmetik, contact-lens, keramik, dan ban mobil. Saat
dilakukan proses produksi silisium menjadi silikon diperoleh produk samping
cair, Tetramethylsilan (TMS) yang memiliki energi bakar sebesar bensin dari
minyak bumi. Apabila TMS ini dibakar, maka akan dihasilkan energi serta gas CO2
yang lebih sedikit dibandingkan bensin serta pasir bersih. Dengan demikian, TMS
ini bisa digunakan sebagai bahan bakar alternatif masa depan, walaupun perlu
diperhatikan pasir yang dihasilkan selama proses pembakaran.
3. Reaktor silisium
merupakan reaktor yang ramah lingkungan, karena dalam proses pembakaran untuk
menghasilkan energi, reaktor ini menggunakan gas O2 dan N2 yang banyak tersedia
di udara bebas. Panas yang dihasilkan dari proses pembakaran dapat digunakan
untuk menjalankan turbin yang dapat menghasilkan energi listrik. Selain
dihasilkan energi panas, dalam proses pembakaran juga dihasilkan pasir dan
silisium nitrit, yang dapat digunakan untuk memproduksi keramik atau gelas.
Selain itu, silisium nitrit bisa digunakan sebagai bahan pelapis yang tahan
goresan, kelembaban udara, api, dan asam.
Di samping itu juga
dihasilkan gas yang mempunyai komposisi 80 persen gas N2, CO2, dan O2 yang
mirip dengan komposisi gas di udara bebas sehingga tidak banyak menimbulkan
masalah polusi. Adapun dari silisium nitrit sendiri dapat dihasilkan gas NH3
atau amoniak, yang juga dapat digunakan sebagai bahan bakar penggerak motor
atau mobil di masa yang akan datang. Di samping itu amoniak juga bisa digunakan
sebagai bahan baku pembuatan pupuk urea atau pupuk nitrogen. Apabila hal ini
bisa dilaksanakan, maka akan dapat dilakukan perbaikan proses untuk
menghasilkan pupuk urea, yaitu dengan tidak digunakannya lagi proses klasik
Haber-Bosch yang membutuhkan temperatur dan tekanan yang tinggi serta memerlukan
biaya proses yang mahal.
Selain itu, gas CO2, yang
dikeluarkan selama proses dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan methan,
bahan bakar pengganti bensin. Pembakaran gas methan juga akan menghasilkan gas
CO2 lagi, tetapi menurut Daniel Herbst dari Universitas Karlsruhe, Jerman,
dapat pula dihasilkan cairan bahan bakar yang bebas CO2 melalui proses
bioteknologi atau elektrolisa. Pengetahuan awal tentang penggunaan pasir
sebagai bahan bakar alternatif di masa mendatang masih perlu dikembangkan lebih
lanjut. Tetapi terobosan ilmiah ini perlu mendapat perhatian dari semua pihak
baik pemerintah, perusahaan, dan lembaga penelitian atau perguruan tinggi yang
memberikan prioritas dalam pengembangan energi masa depan.
Di Indonesia yang selama
ini dimanja dengan berbagai fasilitas kekayaan alamnya, masih sangat rendah
perhatiannya terhadap penggunaan energi secara efektif. Hal ini sangat perlu
diubah untuk mengantisipasi era globalisasi yang semakin dekat, karena isu
penggunaan energi atau manajemen energi maupun manajemen lingkungan hidup akan
menjadi isu penting dari produk-produk perdagangan dunia. Dengan
diberlakukannya ISO 14000 tentang manajemen lingkungan serta ISO 14040 mengenai
Life Cycle Assessment (LCA) semakin menyadarkan kita bahwa pengelolaan lingkungan
hidup, kekayaan alam, serta manajemen energi pasti akan menjadi salah satu isu
penting di dunia perdagangan internasional.
Dr Wahyu Supartono
menerangkan bahwa pasir itu dapat dimanfaatkan sebagai energy. Konstituen
utamanya, yakni silisium juga dapat diolah menjadi silicon, salah satu bahan
semikonduktor yang dipakai untuk memproduksi peranti – peranti elektronik
(electronic devices). MOSFET (metal-oxyde semiconductor field-effect
transistor) sudah lama dikenal sebagai peranti yang dapat difungsikan sebagai
gerbang elektronik. Puluhan bahkan ratusan ribu peranti semacam itu dapat
dirangkum ke dalam satu cebis tunggal.
referensi
compas. (2003). pasir pengganti energi alternatif
masa depan.
http://www.chem-is-try.org
No comments:
Post a Comment